JATENG.NET, SEMARANG — Pendidikan adalah cahaya yang menerangi kehidupan, membuka jalan bagi individu untuk berkembang dan menghadapi tantangan zaman. Sebagai elemen fundamental dalam pembangunan masyarakat, pendidikan berperan dalam meningkatkan taraf hidup, membangun kesadaran kritis, serta memperkuat kemandirian individu dan komunitas. Namun, kenyataannya tidak semua masyarakat memiliki akses yang sama terhadap pendidikan.
Di Indonesia, khususnya di wilayah 3T (Terluar, Terpencil, dan Tertinggal), ketidakmerataan pendidikan masih menjadi tantangan besar. Rendahnya akses terhadap pendidikan di daerah pedalaman tidak hanya disebabkan oleh kurangnya fasilitas dan tenaga pengajar, tetapi juga oleh faktor budaya dan ekonomi (Nissa et al., 2024).
Salah satu upaya nyata dalam mengatasi ketimpangan ini adalah melalui Sokola Rimba, sebuah inisiatif pendidikan yang dirintis oleh Butet Manurung. Sokola Rimba bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat adat, khususnya Orang Rimba di Jambi, yang selama ini sulit mengakses pendidikan formal.
Butet Manurung memulai misinya dengan mengajar membaca, menulis, dan berhitung kepada anak-anak Rimba, meskipun menghadapi banyak rintangan, termasuk penolakan dari komunitas dan hambatan birokrasi (Nihlah, 2023). Namun, ketekunan dan kegigihannya membuahkan hasil, dengan semakin banyak anak-anak Rimba yang mulai memahami pentingnya pendidikan sebagai alat untuk memperjuangkan hak-hak mereka.
Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, tetapi juga alat perubahan sosial yang mampu mengangkat derajat komunitas yang terpinggirkan. Sokola Rimba menjadi bukti bahwa pendidikan dapat menjadi jembatan bagi masyarakat adat untuk mempertahankan identitas budaya mereka, sekaligus beradaptasi dengan tantangan zaman.
Melalui pendidikan, generasi muda Orang Rimba dapat memahami hak-haknya, mempertahankan tanah leluhur mereka, dan melawan eksploitasi ekonomi yang mengancam kehidupan mereka (Nissa et al., 2024).
Sebelum kehadiran Sokola Rimba, pendidikan bagi masyarakat adat di pedalaman sangat terbatas, bahkan nyaris tidak ada. Mereka lebih mengandalkan tradisi lisan dan keterampilan bertahan hidup yang diwariskan turun-temurun. Sokola Rimba, yang digagas oleh Butet Manurung, menjadi cahaya ilmu bagi masyarakat Rimba, membuka akses terhadap pendidikan formal yang sebelumnya dianggap asing bagi mereka.
Dampaknya sangat besar, tidak hanya dalam hal kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga dalam meningkatkan kesadaran akan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam. Kisah perjuangan pendidikan ini memberikan refleksi mendalam tentang pentingnya akses pendidikan bagi komunitas terpencil serta pelajaran berharga tentang ketekunan dan semangat berbagi ilmu (Rakhmat et al., 2023).
Kondisi pendidikan masyarakat adat sebelum adanya Sokola Rimba menunjukkan tantangan yang signifikan. Sebelum film ini, masyarakat Rimba mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan yang layak, disebabkan oleh faktor geografis dan kurangnya infrastruktur.
Banyak anak-anak di daerah terpencil harus menempuh jarak jauh dengan kondisi jalan yang sulit, sering kali tanpa alas kaki dan seragam yang memadai. Hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan dan akses terhadap informasi, yang semakin memperburuk ketidaksetaraan pendidikan di Indonesia (Farihah, 2022).
Sokola Rimba berfungsi sebagai cahaya ilmu yang membawa perubahan positif bagi masyarakat Rimba. Film ini menggambarkan perjuangan Butet, seorang guru yang berkomitmen untuk mengajar anak-anak di tengah hutan. Melalui dedikasinya, Butet tidak hanya memberikan pendidikan formal tetapi juga membangkitkan semangat belajar di kalangan anak-anak Rimba.
Dampak pendidikan yang diberikan terlihat dari perubahan sikap dan kemampuan anak-anak tersebut dalam membaca dan menulis, yang sebelumnya tidak terjangkau oleh mereka. Pendidikan ini memberikan harapan baru bagi masyarakat Rimba untuk menghadapi tantangan dan mengembangkan potensi mereka (Farihah, 2022).
Kesimpulan yang dapat diambil adalah pendidikan adalah kunci utama dalam menerangi kehidupan dan membuka peluang bagi setiap individu untuk berkembang. Sokola Rimba menjadi bukti nyata bahwa ilmu dapat mengubah masa depan, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi komunitas yang selama ini terpinggirkan.
Inisiatif ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya hak, tetapi juga alat bagi masyarakat adat untuk mempertahankan identitas dan memperjuangkan hak-hak mereka. Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mendukung akses pendidikan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa terkecuali, demi masa depan yang lebih cerah dan berkeadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Abram, N. C. (2024). Perjuangan pendidikan di pedalaman: Nilai-nilai inspiratif film Sokola Rimba untuk Indonesia.
Farihah, L. (2022). REVIEW POTRET PEJUANG PENDIDIKAN DALAM FILM “SOKOLA RIMBA”. https://www.researchgate.net/profile/Laifa-Farihah/publication/360081719_REVIEW_POTRET_PEJUANG_PENDIDIKAN_DALAM_FILM_SOKOLA_RIMBA/links/626124371b747d19c29bb53d/REVIEW-POTRET-PEJUANG-PENDIDIKAN-DALAM-FILM-SOKOLA-RIMBA.pdf
Nissa, I. A., & Mutahir, A. (2024). Kemerdekaan Pendididikan Anak Pedalaman (Analisis Semiotika Tentang Pendidikan Yang Membebaskan Dalam Film Sokola Rimba (2013). Aksiologi: Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial, 5(1). https://aksiologi.pubmedia.id/index.php/aksiologi/article/download/200/93
Nihlah, S. (2023). Representasi Perempuan Feminis (Analisis Semiotika Dalam Film Penyalin Cahaya, Sokola Rimba, dan Yuni) (Doctoral dissertation, Universitas Islam Indonesia). https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/46582/16321078.pdf?sequence=1
Rakhmat, M. R. A. (2023). ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM FILM SOKOLA RIMBA KARYA BUTET MANURUNG. AUFKLARUNG: Jurnal Kajian Bahasa, Sastra Indonesia, dan Pembelajarannya, 1(9), 70-90. https://etdci.org/journal/AUFKLARUNG/article/download/919/526
Penulis: Neena Calysta Abram, Mahasiswa Universitas Negeri Semarang
Editor: Nur Ardi, Tim Jateng.net