JATENG.NET — Upacara panggih manten merupakan salah satu prosesi yang ada di dalam pernikahan adat Jawa. Prosesi lain yang ada pada pernikahan Jawa antara lain siraman, midodareni, ijab kabul, sungkem, dan lain sebagainya.
Upacara panggih manten memiliki sejarah yang panjang sejak zaman Wali Songo. Prosesi yang sakral ini merupakan lambang pertemuan awal kedua mempelai yang masih dalam keadaan suci. Banyak tahapan yang harus dilakukan pengantin wanita dan pria ketika upacara panggih manten berlangsung.
Upacara panggih manten merupakan lambang dari pertemuan dua keluarga yang baru dipersatukan. Selain itu, upacara panggih pengantin juga mengandung harapan agar rumah tangga yang baru terbentuk ini dapat dilimpahkan keselamatan dan kebahagiaan.
Sejarah Panggih Manten
Dikutip dari skripsi Alfian Rifqi Asikin berjudul Tradisi Upacara Panggih dalam Pernikahan Adat Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Murtigading Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul) dan jurnal Nilai-Nilai Kristiani yang Terkandung dalam Upacara Temu Manten pada Perkawinan Adat Jawa yang ditulis Lusiana, Santa Hani Marsela, dan Teresia Noiman Derung, tata cara pernikahan adat Jawa berasal dari tradisi keraton.
Awalnya, prosesi pernikahan adat Jawa hanya diperbolehkan dilakukan oleh keluarga keraton. Namun ketika agama Islam masuk, akulturasi budaya pun terjadi. Termasuk dalam pernikahan adat Jawa di lingkungan Keraton Jogja dan Solo yang bercampur antara kebudayaan Hindu dan Islam.
Upacara panggih manten sendiri ada sejak zaman Sunan Kalijaga. Kala itu, salah satu wali yang termasuk dalam wali songo ini memahami bahwa masyarakat Jawa begitu kental dengan tradisi dan berbagai upacara dalam kehidupan. Dia lalu menemukan ide kreatif untuk memperkenalkan kisah pertemuan Nabi Adam dengan Hawa melalui upacara dalam adat pernikahan.
Sunan Kalijaga kemudian menggunakan berbagai simbol yang diwujudkan dalam rangkaian upacara pernikahan. Seperti pertemuan Nabi Adam dan Hawa yang dilambangkan dengan pertemuan antara mempelai perempuan dan laki-laki, serta dekorasi kembar mayang yang hanya digunakan ketika panggih manten.
Tradisi pernikahan adat Jawa, termasuk upacara panggih manten, terus diwariskan turun-temurun hingga saat ini. Tentunya ada berbagai penyesuaian sebab mempertimbangkan waktu, kesempatan, hingga dana, namun tak mengurangi makna dari tradisi ini sendiri.
Tujuan Upacara Panggih Manten
Dikutip dari laman indonesia.go.id, upacara panggih manten merupakan adat yang cukup panjang dan rumit. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari setelah akad nikah.
Panggih merupakan kata dalam bahasa Jawa yang artinya bertemu. Tujuan dari upacara panggih manten sendiri adalah mempertemukan mempelai laki-laki dan perempuan yang sudah sah sebagai suami dan istri, baik secara agama maupun pencatatan sipil. Upacara ini begitu diyakini oleh masyarakat Jawa mengandung banyak nilai yang baik untuk mengarungi kehidupan rumah tangga.
Perlengkapan Upacara Panggih Manten
Dikutip dari jurnal yang ditulis Hasan Albanna berjudul Upacara Panggih Temanten Perspektif ‘Urf dan laporan penelitian Rebecca Adams berjudul Upacara Pernikahan di Jawa, Upacara-Upacara, Simbolisme, dan Perbedaan Daerah di Pulau Jawa, ada beberapa perlengkapan/ubo rampe yang harus disiapkan sebelum melaksanakan upacara panggih manten, antara lain:
1. Gantal
Gantal adalah lintingan daun sirih yang diikat terbalik menggunakan benang lawe. Sirih yang digunakan tidak sembarangan, melainkan daun sirih yang disebut dengan temu rose, yaitu sirih dengan urat-urat bagian kanan dan kirinya saling bertemu. Di dalamnya berisi pinang muda, kapur sirih, gambir, dan tembakau.
2. Bokor Mas
Bokor mas merupakan semacam mangkok logam yang berukuran sedang dan berwarna kuning emas. Bokor ini diisi air dan kembang setaman, yaitu bunga mawar merah, mawar putih, melati, cempaka/kantil, sedap malam, kenanga, dan melati gambir.
3. Kacar-kucur
Seluruh perlengkapan untuk upacara kacar-kucur, antara lai beras kuning, jagung, kacang hijau, kedelai hitam dan putih, kluwak, kemiri, kembang telon, uang logam, tikar bongko, dan kain putih.
4. Telur Ayam
Telur ayam yang diletakkan di atas baki yang diberi taplak kain putih.
5. Kain Sindur
Kain selendang yang digunakan untuk upacara sinduran.
Urutan dan Filosofi Upacara Panggih Manten
Dalam jurnal yang ditulis Hasan Albanna berjudul Upacara Panggih Temanten Perspektif ‘Urf dan laporan penelitian Rebecca Adams berjudul Upacara Pernikahan di Jawa, Upacara-Upacara, Simbolisme, dan Perbedaan Daerah di Pulau Jawa, dijelaskan juga mengenai urutan upacara panggih manten.
Sebelum upacara panggih manten dimulai, mempelai perempuan yang sudah dirias telah duduk di pelaminan ditemani dua putri, menunggu mempelai laki-laki. Berikut urutan upacara panggih manten:
1. Penyerahan sanggan dan cikal kepada orang tua mempelai wanita
Pembawa sanggan, cikal, dan kembar mayang dari pihak pengantin laki-laki berjalan terlebih dahulu dengan posisi yang agak jauh dari pengantin laki-laki dan rombongan. Sebelum tiba di tempat upacara panggih manten, pengantin pria dan rombongan berhenti.
Sementara pembawa sanggan, cikal, dan kembar mayang terus berjalan. Pembawa sanggan menyerahkan sanggan ke ibu mempelai perempuan dan pembawa cikal menyerahkan cikal ke ayah mempelai perempuan.
Pembawa kembar mayang sendiri akan naik ke pelaminan untuk mengganti kembar mayang yang terpasang dengan kembar mayang baru yang dia bawa. Tujuannya, agar kembar mayang di pelaminan tetap segar. Kembar mayang lama lalu dibuang di perempatan jalan.
Usai kembar mayang diganti, mempelai perempuan lalu turun dengan digandeng orang tuanya menuju tempat upacara panggih manten. Dari arah berlawanan, mempelai pria juga melanjutkan untuk berjalan ke tempat upacara pengantin sambil digandeng dua sesepuh.
2. Balangan Gantal
Balangan gantal/bucalan gantal/sadakan adalah tahap yang dilakukan ketika kedua mempelai hendak dipertemukan. Pengantin laki-laki membawa dua buah gantal gondhang asih, sementara pengantin perempuan membawa dua buah gantal gondhang telur.
Pengantin pria akan terlebih dahulu melempar gantal ke arah jantung pengantin wanita. Ini adalah simbol seorang laki-laki yang menaruh hati kepada seorang perempuan dan menanyakan apakah perempuan itu bersedia dijadikan istri.
Persetujuan perempuan disampaikan dengan cara melempar gantal ke arah laki-laki tersebut. Maknanya, sang perempuan bersedia untuk dijadikan istri dan tunduk pada suami.
Kedua pengantin juga bisa saling melempar terlebih dahulu. Ini merupakan lambang bahwa di antara keduanya harus saling mengasihi, memberi nasihat, dan berlomba-lomba memberikan seluruh cinta kasihnya.
3. Ngidak Tigan atau Wiji Dadi
Pengantin laki-laki menempelkan telur ayam ke dahi sendiri dan dahi pengantin perempuan, lalu menginjaknya hingga pecah. Hal ini adalah simbol seorang laki-laki yang memiliki tekad bulat dan itikad baik untuk terus maju meraih kebahagiaan hidup bersama.
Usai telur diinjak, mempelai perempuan berjongkok dan mencuci kaki laki-lakinya dengan air kembang setaman kemudian mengeringkannya dengan kain. Hal ini melambangkan seorang istri yang setia untuk menyucikan nama suami agar tetap harum. Setelah selesai, pengantin laki-laki lalu membantu pengantin perempuan berdiri dengan mengangkat kedua tangannya sebagai lambang ucapan terima kasih atas komitmen yang diberikan.
4. Sinduran
Pada tahap ini, kedua mempelai bersalaman lalu berpegangan tangan dengan jari kelingking untuk menuju pelaminan. Ayah pengantin perempuan akan berjalan di depan, sementara ibu pengantin perempuan berada di belakang kedua mempelai sambil menutup bahu keduanya menggunakan selendang berwarna merah dan putih.
Sinduran melambangkan bahwa seorang ayah wajib menjadi pemberi contoh dan menunjukkan jalan menuju kebahagiaan keluarga, sementara ibu mendorong dan memberikan restunya agar cita-cita kedua mempelai dapat tercapai.
5. Pangkon Timbang
Setibanya di pelaminan, kedua mempelai tak langsung duduk di kursi mereka, namun akan dipangku terlebih dahulu oleh ayah mempelai perempuan yang sudah duduk. Pengantin perempuan berada di kaki kiri dan pengantin laki-laki berada di kaki kanan.
Saat dipangku, sang ibu akan bertanya kepada si ayah siapa yang lebih berat. Sang ayah lalu menjawab bahwa berat keduanya sama saja. Ini melambangkan bahwa orang tua pengantin wanita akan memperlakukan keduanya sama saja sebab sekarang mempelai laki-laki juga telah menjadi anak mereka.
6. Kacar-kucur
Pengantin laki-laki akan berdiri dalam posisi agak menunduk di depan pengantin perempuan. Dia membawa bungkusan kacar-kucur berisi beberapa keping uang logam, biji kacang hijau, kedelai, jagung, kacang panjang, dan lain sebagainya.
Sementara pengantin perempuan duduk di atas kursi dan membentangkan sapu tangan tulak di pangkuangnnya. Pengantin pria lalu mengucurkan isi bungkusan itu ke bentangan sapu tangan tulak. Hal ini melambangkan suami yang menyerahkan seluruh nafkahnya kepada sang istri.
Setelah diterima pengantin perempuan, sapu tangan tulak itu diikat dan diserahkan kepada ibunya dengan didampingi sang suami, lalu bungkusan itu disimpan. Tahap ini maknanya adalah seluruh nafkah suami akan disimpan dan dimanfaatkan keluarga serta tabungan untuk anak-anak mereka mendatang.
7. Dhahar Kembul
Pada tahap ini, akan disediakan sepiring nasi kuning, irisan telur dadar, kedelai hitam goreng, tempe kering, dan hiasan berupa seledri, tomat, serta bunga cabai merah. Hidangan itu akan dibuat kepalan nasi oleh kedua mempelai lalu mereka saling menyuapi sebanyak tiga kali. Setelah itu, mereka akan mengambilkan air minum yang masing-masing akan meminum seteguk.
Dhahar kembul ini bermakna bahwa kedua mempelai akan terus bersama-sama mengarungi kehidupan. Mereka akan terus setia, rukun, dan saling mengasihi baik saat suka maupun duka.
8. Sungkeman
Sebelum sungkeman, orang tua dari perempuan akan menjemput besannya atau orang tua dari laki-laki. Setelah itu, besan dipersilahkan untuk duduk di sebelah kiri pengantin wanita dan orang tua perempuan akan duduk di sebelah kanan pengantin laki-laki. Pengantin pria juga akan melepas kerisnya sebelum sungkeman dimulai.
Sungkeman dimulai dengan sungkem kepada kedua orang tua mempelai wanita, yang dilanjutkan dengan sungkem kepada kedua orang tua mempelai pria. Hal ini merupakan bentuk komitmen bahwa kedua mempelai akan patuh dan berbakti kepada orang tua mempelai perempuan dan laki-laki.
Itulah informasi seputar panggih manten, lengkap dengan sejarah, tujuan, perlengkapan, urutan, hingga filosofinya. Semoga bermanfaat!
Editor: Nur Ardi, Tim Jateng.net