JATENG.NET, Pemalang — Car Free Day perdana di Kecamatan Comal, Kabupaten Pemalang benar-benar menghadirkan suasana baru. Biasanya, jalan utama dipenuhi suara knalpot dan kendaraan yang tidak pernah berhenti. Namun hari itu, wajah Comal berubah total. Warga keluar rumah lebih pagi, sebagian dengan rasa penasaran tentang bagaimana rasanya berjalan di tengah jalan tanpa harus menghindari motor.
Sejak pukul enam, orang-orang sudah berdatangan dari berbagai arah. Ada yang berjalan dari arah pasar, ada yang memarkir motornya agak jauh lalu ikut bergabung. Banyak yang hanya ingin menikmati sensasi sederhana: melangkah santai di jalan raya yang selama ini hanya berfungsi sebagai jalur padat kendaraan.
Keramaian yang Menyenangkan
Begitu kerumunan terbentuk, suasananya langsung hangat. Anak-anak berlarian bebas, remaja sibuk mengambil foto, dan para orang tua menikmati udara pagi yang terasa lebih segar. UMKM lokal ikut memeriahkan acara dengan membuka lapak, menghadirkan aroma jajanan yang menambah semarak kegiatan.
Namun di balik keseruan itu, terlihat kenyataan lain: Comal belum siap sepenuhnya menjadi kawasan ramah pejalan kaki. Trotoar banyak yang sempit, tidak rata, atau bahkan penuh dengan parkir motor dan lapak pedagang. Alhasil, warga lebih memilih berjalan di badan jalan, yang makin lama makin dipadati orang.
Di satu sisi, ini wajar, karena CFD memang memindahkan aktivitas ke badan jalan. Namun ketika jumlah pejalan kaki membludak, alur pergerakan jadi tidak teratur. Sementara itu, kendaraan yang dialihkan ke jalur lain justru menimbulkan kemacetan di titik-titik tertentu. Seolah CFD menciptakan dua suasana sekaligus: jalan ramai tanpa kendaraan, dan jalan lain yang penuh kendaraan.
Peran Media Sosial dalam Ledakan Antusiasme
Salah satu penyebab membludaknya warga adalah peran media sosial. Sejak rencana CFD diumumkan, unggahan story dan poster digital beredar cepat di grup WhatsApp, Facebook lokal, hingga Instagram warga muda. Banyak yang datang karena melihat teman atau tetangga ikut, sehingga rasa ingin tahu semakin besar.
Fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat Comal sebenarnya mudah tergerak jika ada ruang publik yang jelas dan menarik. Media sosial membantu menyebarkan antusiasme, membuat CFD perdana terasa seperti acara besar yang pantang dilewatkan. Ini juga membuktikan bahwa digitalisasi memang memengaruhi cara warga merespons kegiatan publik.
Momentum Ruang Publik yang Ditunggu-Tunggu
Kondisi ini terasa berbeda dari hari-hari biasa, ketika pejalan kaki hampir tidak terlihat di Comal. Banyak warga terbiasa naik motor untuk jarak berapa pun, sehingga budaya berjalan kaki sebenarnya belum berkembang. Karena itu, melihat banyak warga berjalan kaki saat CFD adalah pemandangan yang menyenangkan dan jarang.
Meski demikian, yang terlihat dari CFD perdana ini lebih dari sekadar keramaian. Ada kebutuhan mendalam akan ruang untuk berkumpul, beraktivitas, dan berinteraksi tanpa tekanan kendaraan. Komunitas olahraga muncul, UMKM bergerak, dan suasana sosial menjadi jauh lebih hidup dibanding hari-hari biasanya.
CFD perdana ini bisa menjadi titik awal penting. Jika trotoar diperbaiki, area parkir ditata, dan jalur pejalan kaki dibuat lebih kondusif, kegiatan semacam ini tidak hanya akan lebih tertib, tetapi juga membawa manfaat sosial dan ekonomi. Pada akhirnya, masyarakat hanya membutuhkan satu hal: ruang publik yang benar-benar layak digunakan. CFD perdana menunjukkan bukti awal bahwa Comal siap berubah. Yang dibutuhkan kini hanyalah keberlanjutan dan perhatian serius agar momentum ini tidak berhenti sebagai euforia sesaat.
Penulis: Aurelia Syaharani , Mahasiswa Universitas Islam Negeri K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan











