JATENG.NET, BOYOLALI — Dalam rangka meningkatkan kesadaran dan perlindungan terhadap risiko kerja, sekelompok mahasiswa lintas jurusan dari Universitas Diponegoro menyelenggarakan program kerja berupa sosialisasi dan edukasi mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pengrajin tembaga di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
Program ini dilaksanakan bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Kabupaten Boyolali. Program ini merupakan bagian dari kegiatan Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) Kelompok 159 Universitas Diponegoro 2025, yang mengusung tema “GARDAKERJA: Gerakan Desa Aman Kerja” pada Kamis (3/7/2025).
Program ini dirancang secara multidisiplin dengan melibatkan mahasiswa dari berbagai bidang keilmuan yang masing-masing berkontribusi sesuai kompetensinya. Salah satu poin penting dalam kegiatan ini adalah pelaksanaan sosialisasi yang menghadirkan narasumber dari BPJS Ketenagakerjaan Kabupaten Boyolali.
Dalam sesi ini, pengrajin diberikan pemahaman komprehensif mengenai pentingnya perlindungan kerja, manfaat Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM), serta tata cara pendaftaran sebagai peserta mandiri BPJS Ketenagakerjaan.
Selain edukasi melalui penyuluhan, Tim KKN-T 159 UNDIP juga menyusun dan menyerahkan sebuah booklet panduan K3 dan Jaminan Sosial kepada BUMDes Cepogo sebagai pedoman praktis yang dapat digunakan oleh pengelola dan masyarakat lokal. Booklet ini memuat Analisis Data Risiko Kerja dan Dampak Program K3,
Perlindungan Hukum bagi Pengrajin, Governansi Pemerintah dalam Implementasi K3, Aspek Kesehatan Kerja, Penataan Lingkungan Kerja, dan Analisis Ekonomi serta Jaminan Sosial. Diharapkan, panduan ini mampu membentuk budaya kerja yang lebih aman dan berkelanjutan di kalangan pengrajin tembaga.
Sebagai pelengkap upaya edukasi, Tim KKN-T 159 UNDIP juga memasang poster-poster edukatif di area kerja pengrajin tembaga. Dengan desain visual yang sederhana dan mudah dipahami, media ini diharapkan menjadi pengingat sehari-hari untuk mendorong terciptanya budaya kerja yang lebih aman dan sadar risiko.
Kepala Desa Cepogo, Mawardi, menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif ini. “Para pengrajin kami selama ini banyak yang belum memahami pentingnya perlindungan kerja. Adanya program ini sangat membantu kami untuk meningkatkan kesadaran dan keamanan kerja warga,” ujarnya.
Dengan pendekatan kolaboratif dan berbasis komunitas, kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat kapasitas masyarakat Desa Cepogo dalam mengelola industri kerajinan tembaga secara lebih terstruktur, inovatif, dan berkelanjutan.
Melalui sinergi antara pengrajin, pemerintah desa, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya, program ini bertujuan membangun ekosistem kerajinan yang tidak hanya tangguh secara ekonomi, tetapi juga adaptif terhadap perkembangan zaman. Jika terbukti efektif, pendekatan ini ke depan berpotensi menjadi model intervensi yang dapat diterapkan di wilayah lain dengan karakteristik industri serupa.











