JATENG.NET, SEMARANG — Keterbatasan akses pekerjaan sering kali menjadi tantangan besar bagi penyandang disabilitas. Menanggapi isu tersebut, sekelompok mahasiswa dari Universitas Diponegoro (Undip) meluncurkan sebuah program inovatif di Kelurahan Sambiroto, Kecamatan Tembalang, Semarang. Lewat Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-PM), mereka berhasil menyulap limbah kain perca menjadi produk kerajinan bernilai jual, sekaligus memberdayakan kelompok disabilitas setempat.
Kelurahan Sambiroto dikenal memiliki populasi penyandang disabilitas yang cukup tinggi. Namun, banyak dari mereka menghadapi kendala, seperti kurangnya akses terhadap pekerjaan dan keterampilan yang sesuai dengan kondisi fisik mereka. Pelatihan sebelumnya, seperti menjahit dan membordir pakaian secara konvensional, kurang berhasil karena dinilai terlalu rumit, membutuhkan biaya tinggi, dan hasilnya tidak rapi. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan akan pelatihan alternatif yang lebih sederhana, murah, dan mudah dipelajari.
Mengatasi permasalahan tersebut, tim PKM-PM menawarkan solusi inovatif dengan memanfaatkan limbah kain perca, yang melimpah di wilayah Sambiroto. Limbah ini biasanya dibuang atau dijual dengan harga sangat murah, padahal bisa diolah menjadi produk kreatif seperti dompet, tas, atau aksesoris. Tim ini juga memperkenalkan teknik bordir menggunakan media water soluble, yaitu plastik transparan yang dapat larut dalam air. Media ini berfungsi sebagai penahan sementara yang memastikan bordiran lebih rapi dan presisi, tidak seperti bordir konvensional.

Melalui serangkaian tahapan, program ini dimulai dengan sosialisasi dan pengenalan teknik dasar, diikuti pelatihan bordir dan pembuatan produk. Para peserta dilatih membuat pola bordir di atas media water soluble yang kemudian ditempelkan pada kain perca. Setelah proses bordir selesai, media akan larut saat dicuci dengan air hangat, meninggalkan hasil bordiran yang bersih dan rapi. Kain hasil bordir ini kemudian dijahit menjadi berbagai produk fungsional seperti dompet, pouch, tas, dan taplak meja.
Program ini telah berhasil melibatkan lima penyandang disabilitas. Selama empat bulan, mereka secara konsisten mengikuti setiap sesi pelatihan. Hasilnya, mereka berhasil memproduksi total 50 kerajinan, memenuhi target yang ditetapkan, dengan rata-rata setiap peserta membuat 10 produk. Selain produk fisik, program ini juga menghasilkan buku pedoman, laporan kemajuan, dan akun media sosial untuk promosi.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa pendekatan yang tepat dan berkelanjutan dapat mengubah kondisi pasif menjadi kelompok yang produktif, mandiri, dan berdaya secara ekonomi. Program ini tidak hanya meningkatkan keterampilan praktis, tetapi juga membangun kepercayaan diri para peserta dan mengurangi stigma sosial, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi penyandang disabilitas.