JATENG.NET, KARANGANYAR ─ Minyak jelantah, yang merupakan minyak sisa penggorengan, sering kali dianggap sebagai limbah yang sepele. Padahal, minyak sisa penggorengan yang tidak dikelola dengan baik dapat menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Foto bersama Pengurus PKK Desa Pulosari pasca pelaksanaan program kerja, Minggu (4/8) (Sumber: Dok. Istimewa) |
Menurut salah satu kader PKK Desa Pulosari, Ibu Tika, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Pulosari sering kali membuang minyak jelantah begitu saja ke saluran air ataupun tanah sehingga tanpa disadari tindakan tersebut dapat mencemari lingkungan.
Sadar akan pentingnya hal tersebut, Fahma Saniyya, mahasiswa Tim II Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Diponegoro (UNDIP) 2023/2024 dari Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Matematika (FSM) 2021, mengadakan program kerja monodisiplin mengenai edukasi dampak minyak jelantah bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Kegiatan program kerja monodisiplin dilaksanakan pada Minggu (4/08/24) dengan dihadiri oleh ibu-ibu PKK Desa Pulosari. Kegiatan ini bertujuan untuk mengedukasi tentang minyak jelantah dan dampaknya bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Pembahasan materi dalam edukasi tersebut dimulai dengan pengetahuan umum tentang ciri-ciri minyak jelantah, kemudian dampaknya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pada dasarnya, minyak sisa penggorengan sudah tidak layak konsumsi jika minyak tersebut berwarna gelap, berbau tidak sedap, berbusa, dan memiliki rasa tengik.
Foto bersama Pengurus PKK dan Tim II KKN UNDIP 2023/2024 Desa Pulosari pasca pelaksanaan program kerja, Minggu (4/8) (Sumber: Dok. Istimewa) |
Menurut penelitian, minyak jelantah mengandung asam lemak bebas yang tinggi. Konsumsi asam lemak bebas yang tinggi beresiko menimbulkan bahaya kesehatan seperti stroke dan jantung koroner. Selain berdampak pada kesehatan manusia, pembuangan minyak jelantah secara sembarangan ke saluran air dapat menimbulkan pencemaran air. Sedangkan minyak jelantah yang hanya dibuang begitu saja ke tanah akan membentuk lapisan yang menghalangi pertukaran udara dan air sehingga menghambat kesuburan tanah.
Setelah pembahasan materi tersebut, ibu-ibu PKK antusias dalam memberikan pertanyaan. Salah satu pertanyaan yang diajukan oleh anggota PKK, Ibu Riska, beliau menanyakan tentang bagaimana cara mengelola minyak sisa penggorengan dengan baik.
Menanggapi pertanyaan tersebut, Fahma menjelaskan bahwa minyak yang telah digunakan dapat disaring terlebih dahulu untuk menghilangkan sisa makanan dan kotoran sebelum disimpan dalam wadah tertutup. Jika minyak sudah tidak layak dikonsumsi, minyak dapat diolah menjadi produk inovatif, seperti sabun ataupun lilin aromaterapi.
Antusiasme ibu-ibu PKK dalam mengikuti kegiatan edukasi diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya dampak yang ditimbulkan oleh minyak jelantah bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Meskipun sulit untuk mengubah kebiasaan masyarakat, langkah kecil dari edukasi ini diharapkan dapat menjadi awal dari perubahan besar dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Editor: Nur Ardi