JATENG.NET, SRAGEN – Dalam rangka memberdayakan masyarakat dan mengurangi dampah pembakaran sampah, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tim II 2023/2024 Universitas Diponegoro melaksanakan kegiatan berupa pemberdayaan melalui edukasi dan praktik pembuatan kompos dengan metode Keranjang Kompos Takakura sebagai pengolahan sampah organik rumah tangga di Desa Tempelrejo, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen pada Rabu (24/07/24).
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan alternatif pengolahan sampah organik yang lebih ramah lingkungan, tidak menimbulkan bau, tidak berbelatung, ekonomis, dan efektif, serta menggantikan kebiasaan membakar sampah yang kerap dilakukan oleh warga.
Setelah melakukan survey pada awal minggu pertama dengan melihat langsung kebiasaan masyarakat Desa Tempelrejo dalam membakar sampah, mahasiswa anggota Tim II KKN UNDIP 2023/2024, Karenina Rahma Ayu dari Fakultas Teknik Departemen Teknik Lingkungan berinisiatif untuk memanfaatkan sampah organik/sampah basah dapur menjadi produk ramah lingkungan dan ekonomis, yaitu Pupuk Kompos.
Pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos berkontribusi pada beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) ke-12 yaitu Responsible Consumption and Production.
Khususnya target 12.5, yang bertujuan untuk secara substansial mengurangi produksi limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali. Pengolahan sampah organik menjadi kompos adalah salah satu cara untuk mengurangi limbah dan mendukung konsumsi serta produksi yang berkelanjutan.
Selain itu, juga relevan dengan tujuan SDGs 13, yaitu Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action). Dengan mengurangi pembakaran sampah, pemanfaatan sampah organik menjadi kompos juga membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, yang mendukung upaya penanganan perubahan iklim.
Sasaran pelatihan pembuatan Keranjang Takakura difokuskan kepada ibu-ibu PKK dan Kader Posyandu yang dilaksanakan di Balai Desa Tempelrejo, mengingat peran mereka yang strategis dalam komunitas sebagai penggerak utama dalam pengelolaan lingkungan rumah tangga dan kesehatan masyarakat.
Dengan melibatkan mereka, diharapkan pengetahuan dan praktik pengolahan sampah organik ini dapat lebih mudah disebarluaskan dan diterapkan secara efektif di lingkungan sekitar.
Keranjang Takakura adalah sebuah metode pengolahan sampah organik skala rumah tangga yang berasal dari Jepang yang ditemukan oleh Mr. Koji Takakura pada tahun 2004. Proses pembuatan keranjang Takakura diawali dengan menyiapkan keranjang atau Takakura Box yang mempunyai lubang-lubang di setiap sisinya sehingga udara dapat masuk.
Di setiap sisi keranjang bagian dalam dilapisi dengan kain karpet bludru atau bisa menggunakan kain karung untuk mencegah air lindi keluar dan mencegah tumpahnya bibit kompos dan masuknya serangga. Dalam penggunaannya bisa digunakan kardus, namun kardus memiliki kekurangan karena dapat menyerap air.
Metode Takakura ini menggunakan media keranjang yang diisi dengan campuran kompos sebagai starter dan EM4 Pertanian sebagai bioaktivator atau bakteri pengurai. Sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan buah-buahan kemudian dimasukkan ke dalam keranjang tersebut, di mana sampah akan diuraikan menjadi kompos dalam beberapa minggu (40 hari).
Setelah keranjang takakura selesai dibuat, siapkan kompos jadi, dua buah bantalan sekam untuk alas dan penutup, dan sampah organik. Sampah yang dipilah adalah sampah dedaunan kering, sisa sayuran, kulit jeruk, kulit bawang, dan nasi basi. Sampah organik yang dimasukkan ke dalam Keranjang Takakura lebih baik dipotong kecil-kecil agar pengomposan dapat bekerja secara optimal. Semakin kecil sampah yang di potong, semakin cepat proses penguraiannya.
Kelembaban/uap air yang terbatas (terlalu kering) akan memperlambat penguraian, sementara terlalu banyak uap air (terlalu basah) menyebabkan peralihan ke fermentasi anaerob yaitu fermentasi sampah organik tanpa adanya oksigen yang menghasilkan bau tak sedap.
Kadar air dari sampah organik segar adalah sekitar 80%, hal ini terlalu basah, sehingga pencampuran dengan tumpukan kompos kering akan membawa perubahan keseimbangan kelembabannya. Jika sampah terlalu lembab atau basah, dibiarkan mengering dulu. Sampah harus dipertahankan kadar kelembaban sekitar 40-60%.
Setelah sampah organik dimasukkan, tutup dengan kompos jadi yang dicampur dengan sekam 1:1 sampai sampah organik dibawahnya tidak terlihat. Jaga suhu kompos tetap hangat dengan cara menutupi kompos dengan tutup kontainer yang sudah dilapiskan kain.
Jika suhu terlalu dingin, penguraian akan terganggu. Kompos diaduk sekali dalam sehari agar dapat mengintensifkan fermentasi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan seperti belatung.
Kompos yang berhasil dibuat ditandai dengan tidak berbau, tidak adanya belatung, dan suhu kompos yang hangat. Keranjang Kompos Takakura ini dibagikan ke Desa Tempelrejo sebagai bahan contoh dan edukasi untuk masyarakat serta komposnya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk pertanian, kebun, dan tanaman serta menyuburkan tanah.
Mahasiswa KKN UNDIP menjelaskan kepada warga bahwa keranjang Takakura tidak hanya mudah dibuat dengan bahan-bahan yang tersedia di sekitar rumah, tetapi juga sangat efektif dalam mengolah sampah organik menjadi kompos berkualitas tinggi. Proses ini tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, sehingga dapat diterapkan di lingkungan rumah tanpa mengganggu kenyamanan.
“Ibu-ibu, keranjang Takakura ini bukan hanya mudah dibuat dengan bahan-bahan sederhana yang ada di sekitar rumah kita, tetapi juga sangat efektif mengolah sampah organik menjadi kompos yang berkualitas tinggi. Prosesnya pun tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, sehingga bisa kita terapkan di rumah tanpa mengganggu kenyamanan keluarga. Jadi, kita bisa menjaga lingkungan sekaligus memanfaatkan sampah organik dengan cara yang lebih baik.” ujar Karenina.
Dalam pelatihan yang diadakan, mahasiswa KKN UNDIP menekankan pentingnya pengolahan sampah organik secara mandiri untuk mengurangi ketergantungan pada metode pembakaran sampah. Pembakaran sampah, selain berbahaya bagi kesehatan karena melepaskan zat-zat beracun ke udara, juga dapat menyebabkan polusi lingkungan dan berkontribusi pada pemanasan global.
Dengan mengadopsi metode keranjang Takakura, warga Desa Tempelrejo dapat mengurangi jumlah sampah yang dibakar, sekaligus memanfaatkan hasil kompos untuk menyuburkan tanah di pekarangan mereka. Kompos yang dihasilkan bisa digunakan untuk memperbaiki kualitas tanah, menanam sayuran, atau tanaman hias, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.
Kegiatan ini mendapat sambutan hangat dari warga Desa Tempelrejo. Mereka mengaku bahwa sebelumnya tidak menyadari bahaya dari pembakaran sampah dan betapa mudahnya mengolah sampah organik menjadi sesuatu yang bermanfaat. "Kami sangat berterima kasih kepada adik-adik mahasiswa KKN Undip yang telah memberikan pelatihan ini. Sekarang kami tahu cara yang lebih baik untuk mengolah sampah di rumah," ujar salah satu warga.
Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi warga Desa Tempelrejo untuk mengubah kebiasaan lama dan beralih ke metode pengolahan sampah yang lebih ramah lingkungan. Mahasiswa KKN UNDIP berharap, dengan pengetahuan yang telah dibagikan, masyarakat Tempelrejo dapat menerapkan metode keranjang Takakura secara berkelanjutan, sehingga desa mereka menjadi lebih hijau dan sehat.
Penulis:
Karenina Rahma Ayu
(Program Studi Teknik Lingkungan – Fakultas Teknik)
Dosen Pembimbing Lapangan:
Ir. Ibnu Praktiko, M. Si.
Editor: Nur Ardi